Batam -PT Epson Batam menghadapi kontroversi terkait dugaan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak terhadap tujuh karyawannya.
PHK ini dilakukan karena tuduhan pencurian palet yang semula melibatkan 10 karyawan, namun fokus kemudian beralih hanya kepada tujuh orang. Kasus ini memicu perhatian publik dan dibahas dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi IV DPRD Batam, Selasa (5/11).
Para karyawan yang di-PHK membantah tuduhan pencurian dan mengklaim bahwa mereka dipaksa untuk mengaku. Meskipun terdapat indikasi pencurian, pihak perusahaan memilih untuk tidak melaporkannya ke polisi, berdasarkan permintaan beberapa pihak untuk menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan.
Dalam rapat tersebut, perwakilan PT Epson, Ricky Syahrul, mengungkapkan alasan mengapa perusahaan tidak melaporkan kasus ini ke polisi. Permintaan ini juga datang dari pihak serikat pekerja, yang menginginkan kasus ini dituntaskan tanpa proses hukum.
“Kami tidak melaporkan kasus ini ke polisi atas permintaan beberapa pihak yang ingin masalah ini diselesaikan secara kekeluargaan,” ujar Ricky.
Pada kesempatan terpisah, perusahaan mengadakan pertemuan dengan para pekerja dan serikat untuk membahas kemungkinan solusi alternatif. Para pekerja meminta agar tidak di-PHK dan menerima hukuman rotasi atau surat peringatan sebagai sanksi.
Syahrizal juga mempertanyakan tuduhan keterlibatannya dalam dugaan pencurian, mengingat perannya sebagai supervisor. “Saya mengakui kelalaian dalam bekerja, tetapi PHK ini terlalu berlebihan,” tambahnya.
Ia menyebut telah menjalani skorsing selama lima bulan sebelum menerima surat PHK pada 25 Juli. Dia juga mempertanyakan mengapa sanksi PHK dijatuhkan tanpa ada laporan lebih awal jika memang dianggap lalai.
Ketua Komisi IV DPRD Batam, Dandis Rajagukguk menyebut, kasus ini telah dimediasi oleh Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Batam, namun belum mencapai solusi yang memuaskan. Mediasi ini sudah berlangsung sejak awal tahun tetapi belum menghasilkan titik temu antara karyawan dan pihak manajemen.
“Saya pikir memang ada hal yang belum bisa saling diterima antara pekerja dengan pihak manajemen,” ujar Dandis.
Dia menyarankan agar kasus ini diselesaikan melalui proses hukum di kepolisian untuk memastikan siapa yang bertanggung jawab dalam permasalahan ini.
“Biarlah di sana pembuktiannya, siapa yang benar-benar salah,” katanya.